Benteng
Pendem Van Den Bosch terdapat di Komplek Angicipi Batalyon Armed 12, pertemuan
pada Jalan Diponegoro (samping timur) atau Jalan Untung Suropati (samping
barat) RT/RW : 07/02, Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupatan Ngawi,
Propinsi Jawa Timur. Johannes Graaf Van Den Bosch mempunyai kedekatan nama
dengan Benteng Van Den Bosch di Kabupaten Ngawi yang dibuat pada kurun saat th.
1839-1845. Benteng ini mempunyai tujuan untuk hadapi serangan perlawanan
pejuang pada penjajah oleh pengikut Pangeran Diponegoro (Perang Jawa pada th.
1825-1830) yang di pimpin oleh Wirotani (sumber : Buku De Java Oorlog karangan
P. J. F. Louw, Jilid I Th. 1894). Berdiri diatas tempat seluas ± 1 Hektar,
diapit oleh sungai Bengawan Solo pada samping utara serta sungai Bengawan
Madiun pada samping selatan, tembok benteng berupa persegi panjang dan
unjungnya diperlengkapi dengan Seleka (Bastion), dikelilingi dengan parit serta
gundukan tanah, hingga jadikan Benteng ini begitu kuat jadi basis pertahanan
pada serangan.
Waktu itu
Ngawi yang awal mulanya berstatus Onder-Regentschap dinaikkan jadi Regentschap
(Kabupaten dalam lokasi eks Karesidenan Madiun) yang dkepalai oleh Regent atau
Bupati Raden Adipati Kertonegoro pada th. 1834. Hal karena Ngawi mempunyai
letak geografis yang begitu strategis dengan potensi yang begitu untungkan.
Sesudah kemerdekaan Republik Indonesia, pada th. 1962 benteng ini berpindah
peranan jadi markas serta gudang amunisi Batalyon Armed 12 yang terlebih dulu
berkedudukan di Kecamatan Rampal, Kabupaten Malang, dan jadi ruang latihan
perang. Lalu pada th. 1970-1980, dikosongakan karna gudang amunisi dipindahkan
ke Jalan Siliwangi kota Ngawi yang saat ini jadi maskas Kostrad. Pada th. 2011,
sesudah tidak terurus cukup lama serta tertutup untuk dikunjungi, pada akhirnya
Benteng Van Den Bosch di buka untuk umum, serta pada th. 2012 Pemerintah
Kabupaten Ngawi sudah lakukan pengaturan di sekiar lokasi benteng untuk
diperkembang jadi andalan wisata edukasi serta histori di Kabupaten Ngawi.
Johannes Graaf Van Den Bosch
Johannes
Graaf Van Den Bosch dilahirkan di Herwijnen Propinsi Gelderland, Belanda pada
tanggal 2 Februari 1780. Gabung dengan Dinas Militer pada umur 17 th. serta
diletakkan di Unit Zeni Tempur. Kapal yang membawanya tiba di Pulau Jawa pada
th. 1797 berpangkat seseorang Letnan, walau demikian pangkatnya cepat dinaikan
jadi Kolonel. Karna berselisih pendapat dengan Gubernur Jenderal Herman Willem
Daendels pada th. 1810, Beliau dipulangkan ke Belanda. Diusia 28 th., Beliau
mengundurkan diri dengan jabatan paling akhir jadi Kolonel. Lalu Beliau
diangkat kembali di Ketentaraan jadi Panglima Maastricht dengan pangkat Mayor
Jenderal. Pada th. 1827, Beliau diangkat jadi Komisaris Jederal serta kembali
pada Batavia s/d menjabat jadi Gubernur Hindia Belanda yang ke-43 pada th.
1830-1834.
Pada saat
pemerintahannya, Beliau mengambil keputusan system Cultuurstelsel atau Tanam
Paksa. Proposal Tanam Paksa ini mengantarkan Beliau diangkat jadi Gubernur
Hindia Belanda oleh Raja Willem I. Tanam paksa begitu menyengsarakan untuk
petani di Hindia Belanda, namun membawa kemakmuran di Negeri Belanda. Tanam
paksa pada intinya berikan pajak keseluruh tanah di Pulau Jawa dengan nilai 20%
hingga 30% serta tanaman yang ditanam mesti sesuai sama komodias export yang
diputuskan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pembayarannya tidak berbentuk uang
atau beras, namun dengan bentuk kerja atau pemakaian tanah. Walau demikian
Beliau dipandang tidak berhasil dalam meredam Pemberontakan Paderi (1803-1838)
di Sumatera Barat. Sekembalinya ke Belanda, Beliau diangkat jadi Menteri
Masalah Jajahan (Koloni) serta meninggal dunia di kota Den Haag pada tanggal 28
Januari 1844.
Pintu Gerbang Depan
Sebelumnya
Kotatuaku berkunjung ke Benteng Pendem Van Den Bosch, terlebih dulu melapor
pada petugas di pos penjaga Militer yang ada di pintu gerbang masuk dengan
mengemukakan maksud (bertandang) serta meninggalkan Jati diri. Di bagian depan,
kotatuaku menjumpai jejeran mobil milter lama yang terparkir dan project
gagasan pembangunan taman oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi.
Benteng Van
Den Bosch memanglah tampak seperti terpendam, karena tertutup gundukan tanah
yang berniat dibuat jadi tanggul untuk menyingkirkan luapan air sungai Bengawan
(Solo serta Madiun) dan menangkis serangan lawan. Benteng ini dikelilingi oleh
parit selebar ± 5 mtr. yang dahulunya dijaga buaya buas, hingga susah serta
beresiko untuk tawanan serta pekerja rodi yang coba melarikan diri ataupun
pasukan pejuang yang juga akan menyerang.
Pada pintu
gerbang pertama, ada sisa pondasi jembatan angkat jadi akses penghubung untuk
menuju pintu gerbang depan pertama serta masih tetap ada sisa gerigi katrol
pengangkat jembatan.
Pintu Gerbang Paling utama
Sesudah
melalui pintu gerbang depan, lalu dilanjutkan masuk pintu gerbang paling utama
menuju dalam komplek benteng yang ada tulisan th. 1839-1845 di atas pintu. Th.
itu memberikan jadi periode th. pembuatan benteng Van Den Bosch. Arsitekturnya
mempunyai ciri bergaya Castle Eropa berpadu corak Indische.
Kantor Paling utama
Bangunan
dengan arsitektur bergaya Roman-Indische ini dahulunya dipakai jadi gedung
paling utama perkantoran untuk tentara Hindia Belanda berpangkat tinggi atau
satu tingkat Perwira serta Letnan. Pilar penopangnya demikian kuat yang
dipadukan dengan pintu serta jendela besar yang sepintas seperti bangunan
Romawi. Di bagian interiornya masih tetap ada lantai asli bercorak papan catur
dengan aksen warna putih serta kuning. Keadaan bangunan ini telah tidak beratap
sekali lagi dengan dinding telah mengelupas.
Makam
KH. Muhammad Nursalim
Di dalam
bangunan kantor ini ada barak untuk tentara berpangkat tinggi, dapur dan makam
KH. Muhammad Nursalim. Beliau yaitu tokoh penyi’ar Agama Islam pertama di
Kabupaten Ngawi dan pahlawan bangsa pengikut Pangeran Diponegoro yang gugur
karena tertangkap oleh serdadu Belanda waktu kalah berperang memberontak pada
penjajah.
Sesudah
tertangkap, Beliau dibawa dalam benteng. Karna mempunyai kesaktian, Beliau
tidak mempan ditembak serta dibacok (disiksa), walau demikian tentara Belanda
tidak kehilangan akal, lalu beliau dikuburkan hidup-hidup dalam tempat terikat
kencang. Pemugaran makam Beliau usai pada tanggal 17 Agustus 1992 oleh Komandan
Batalyon Armed 12. Benteng Van Den Bosch sangat Istimewa karna di dalam
kompleknya ada satu makam pahlawan bangsa.
Kantor Umum
Ada dimuka
bangunan kantor paling utama, yaitu kantor umum. Keadaan bangunan masih tetap
berdiri tetapi telah tanpa ada atap, cuma beberapa saja yang tersisa serta
digunakan jadi tempat (sarang) burung walet.
Dahulunya
ada juga pilar-pilar jadi penopang yang bergaya Romawi, hal semacam ini karena
masih tetap ada sisa landasan dari pilar itu. Peluang memiliki ukuran jauh
semakin besar serta tinggi dari pilar di bangunan kantor paling utama
didepannya. Bangunan juga berlantai dua dengan tangga yang terbuat dari kayu
jadi akses menuju lantai atas. Sisa tangganya masih tetap dapat didapati
meskipun kayunya telah tak ada. Di antara ke-2 bangunan ini, ada lapangan yang
dahulunya dipakai jadi tempat briefing persiapan apel pasukan (upacara
bendera). Disamping baratnya, atau di atas pintu gerbang masuk paling utama,
ada sisa tempat menyimpan Jam. Konon jam itu loncengnya terdengar begitu keras
waktu juga akan diselenggarakan kegiatan apel pasukan atau perubahan saat.
Sumur
Pas
disamping selatan dari bangunan kantor umum, ada dua buah sumur yang dahulunya
dipakai oleh Belanda untuk buang jenazah korban penangkapan (tahanan) serta
beberapa pekerja rodi hingga jadi satu kuburan masal. Tentara Hindia Belanda
menangkap serta mengumpukan Pekerja dari sekitaran lokasi Ngawi, lalu dipaksa
untuk kerjakan project pebangunan Benteng Van Den Bosch.
Pada sumur
pertama yang ada di samping timur (masih tetap ada tembok pembatasnya) beberapa
korban diceburkan dalam sumur yang memiiki kedalaman ± 100-200 mtr. dalam
kodisi wafat ataupun sakit sesudah bekerja rodi. Keadaannya mengenaskan serta
sesungguhnya beberapa korban minta untuk disempurnakan. Suasanya merasa panas
dkarenakan mungkin saja ada 50 bahkan juga lebih jenazah yang masih tetap
terkubur serta belum juga diangkat, termasuk juga jenazah salah seseorang Alim
ulama Kyai yang ikut diceburkan dalam sumur ini.
Sumur
selanjutnya yang terdapat disamping barat (telah tidak ada sekali lagi tembok
pembatasnya serta cuma tersisa sisa pondasi bata yang melingkar/diratakan)
keadaannya tambah lebih merasa panas serta gembur (merasa berlainan dengan
tanah yg tidak masuk ruang sisa sumur), karena jumlah korban semakin banyak,
termasuk juga dipakai jadi tempat pembuangan jenazah pembantaian anggota PKI
pada kurun saat th. 1966-1968. Menurut pembicaraan Ayah Tri Edi Sarwo, kontur
tanah di sumur ini sehari-hari alami penurunan (amblas), hingga untuk
mengatasinya ditimbun dengan tanah, rumput serta sampah, supaya tidak selalu
turun.
Bangunan Gedung yang di Bom oleh
Jepang
Bangunan ini
terdapat disamping (paling) selatan. Ukurannya seperti kantor umum dengan dua
lantai serta diprediksikan adalah sisi dari asrama/barak untuk tentara/serdadu
Belanda, tetapi bagian-bagian telah roboh, terlebih sisi atap serta sebagian
temboknya, karena sempat di bom oleh tentara Dai Nippon (Jepang) pada kurun
saat 1942-1943/waktu perang Dunia II. Sisi bangunan yang lain telah ditumbuhi
oleh pohon beringin yang begitu besar dengan akar-akarnya yang mencengkram
beberapa tembok bangunana ini. Di bagian tengah bawah dari bangunan ini ada
pintu gerbang yang menghadap kearah timur atau Sungai Bengawan Madiun, yang
dahulunya di tempat ini ada sebidang tanah (lega kecil) untuk aktivitas
mengumpulakan serta anggota makan pada pekerja rodi
Ruangan Penjara
Pada
tiap-tiap tangga yang menuju ke lantai 2 pada bangunan yang dulu dipakai jadi
asrama/barak tentara ini, di bawah tangga itu digunakan jadi penjara yang
diperuntkan untuk tahanan yang melawan/menentang penjajahan Kolonial Belanda
saat itu. Ada tiga buah ruangan penjara (tiap-tiap dibawah tangga), dari mulai
yang memiliki ukuran besar. Tengah serta kecil (begitu sempit) ikuti bentuk
(tinggi) tangga itu yang diperuntukkan ikuti kekeliruan dari tahanan dari
enteng, tengah hingga berat. Dahulunya tahanan itu dimasukan dalam keadaan
ruang yang berjubel hingga pengat serta sesak. Dikarenakn tidak manusiawi, jadi
banyak dari beberapa tahanan yang wafat waktu ada di ruangan penjara ini karena
sakit, tidak di beri makan serta mesti berebut hawa dengan tahanan yang lain.
Gudang Amunisi
Gudang
amunisi terdapat bersebelahan dengan tangga (penjara) serta dekat dengan
bastion. Sesudah ditinggalkan Belanda, karena runagnnya memiliki tingkat
kelembapan yang sesuai sama untuk menaruh amunisi, jadi gudang amunisi ini
digunakan oleh Batalyon Armed 12 jadi gudang amunisi, sebelumnya dipindahkan ke
Markas Kostrad di Jalan Siliwangi.
Barak (Asrama) Tentara
Bangunan
yang sesungguhnya berlantai tiga ini yaitu asrama/barak yang ditujukan untuk
serdadu Belanda. Tempatnya melingkari kantor Paling utama, kantor umum serta
lapangan. Pada tiap-tiap gedung dilantai dua, dikaitkan dengan jembatan
(penyeberangan).
Keadaan
bangunan beberapa ada yang tanpa ada atap, keropos serta ditumbuhi beragam
rumput, tanaman liar bahkan juga akar pohon beringin. Diluar itu bangunan ini
dipakai jadi penangkaran (sarang) burung Walet serta jadikan sarang liar oleh
Kelelawar. Kayu yang dipakai jadi sekat pada lantai basic dengan tingkat
diatasnya, banyak yang telah lapuk serta mulai keropos. Beberapa jadi ada yang
telah ambrol, hingga beresiko untuk pegunjung.
Gedung ini
tersambung dengan jembatan serta tangga, bahkan juga hingga dilantai tiga.
Tetapi, keadaannya telah banyak yang lapuk, cuma tersisa besi penyangganya
saja, sedang kayunya telah hilang. Satu diantara jembatan yang masih tetap ada
serta bisa dilewati, bisa diketemukan di bangunan gedung garak disamping barat
laut. Lantai tiga, dahulunya dipakai jadi tempat latihan perang serta aktivitas
baris-berbaris. Menurut pembicaraan saksi, konon bila masuk saat Maghrib, terkadang
terdengar nada deru baris-berbaris satu kompi serdadu Belanda tanpa ada kepala.
Kontruksi
bangunan Benteng Van Den Bosch sangat kuat serta berciri arsitektur Eropa. Pada
tiap-tiap dindingnya diperkuat dengan besi mirip jangkar atau kail, jadi
penguatnya. Hingga dapat bertahan kurun waktu yang cukup lama atau telah
berumur ± 170 th.. Mulai sejak dibuat pertama kalinya samapai dengan saat ini,
Benteng Van Den Bosch belum juga sempat alami perbaikan, hingga keadaannya
masih tetap begitu original (asli). Semuanya bahan paling utama bagunan serta
pendukunnya berasal atau di import segera dari Holland atau Belanda, seperti
yang Kotatuaku dapatkan pada ubin yang bertuliskan Holland.
Pemerintah
Hindia Belanda sangat cerdik waktu membuat Komplek Benteng Van Den Bosch ini,
karna letak geografisnya yang strategis diapit oleh dua sungai besar yakni
Bengawan Solo serta Begawan Madiun yang berjumpa di samping timur. Hingga
mempermudah dalam soal akomodasi pengangkutan memakai transportasi air (kapal)
serta mempunyai aspek keamanan yang begitu mensupport.
Pintu Gerbang Belakang
Pintu
Gerbang Belakang atau yang ada dibagian paling timur dari benteng Van Den
Bosch, menghadap segera ke arah pertemuan dua sungai besar (Bengawan Solo serta
Madiun) yang dahulunya adalah desa Ngawi Purba jadi cikal akan Kabupaten Ngawi.
Pada gerbang ini ada jeruji pintu besi apabila telah keluar dari komplek
Benteng, jadi ada gundukan tanah serta parit.
Koin VOC
Pak Sarwo
juga memberikan pada Kotatuaku sebagian penemuan Koin VOC serta Kolonial Hindia
Belanda. Beliau temukan dengan tidak berniat waktu bersihkan komplek Benteng
van Den Bosch ini. Koin ini berumur cukup tua serta terbuat berbahan tembaga,
bahkan juga ada koin yang di buat pada th. 1790. Beliau menaruh koin itu jadi
bahan edukasi histori.
EmoticonEmoticon