Riwayat Peradapan Kerajaan Sunda Galuh

Kerajaan Sunda Galuh adalah suatu kerajaan yang merupakan penyatuan dua kerajaan besar di Tanah Sunda yang saling terkait erat, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Kedua kerajaan tersebut merupakan pecahan dari kerajaan Tarumanagara. Berdasarkan peninggalan sejarah seperti prasasti dan naskah kuno, ibu kota Kerajaan Sunda berada di daerah yang sekarang menjadi kota Bogor, sedangkan ibu kota Kerajaan Galuh adalah kota Kawali di Kabupaten Ciamis.
Banyak sumber peninggalan sejarah yang menyebut perpaduan kedua kerajaan ini dengan nama Kerajaan Sunda saja. Perjalanan pertama Prabu Jaya Pakuan (Bujangga Manik) mengelilingi pulau Jawa dilukiskan sebagai berikut: [1] [2]:

    Sadatang ka tungtung Sunda
    Meuntasing di Cipamali
    Datang ka alas Jawa
           

Ketika ku mencapai perbatasan Sunda
Aku menyeberangi Cipamali (yang sekarang dinamai kali Brebes)
dan masuklah aku ke hutan Jawa

Menurut Tome Pires (1513) dalam catatan perjalanannya, “Summa Oriental (1513 – 1515)”, dia menuliskan bahwa:

    The Sunda kingdom take up half of the whole island of Java; others, to whom more authority is attributed, say that the Sunda kingdom must be a third part of the island and an eight more. It ends at the river chi Manuk. They say that from the earliest times God divided the island of Java from that of Sunda and that of Java by the said river, which has trees from one end to the other, and they say the trees on each side line over to each country with the branches on the ground.

Jadi, jelaslah bahwa perpaduan kedua kerajaan ini hanya disebut dengan nama Kerajaan Sunda.

Keterangan keberadaan kedua kerajaan tersebut juga terdapat pada beberapa sumber sejarah lainnya. Prasasti di Bogor banyak bercerita tentang Kerajaan Sunda sebagai pecahan Tarumanagara, sedangkan prasasti di daerah Sukabumi bercerita tentang keadaan Kerajaan Sunda sampai dengan masa Sri Jayabupati.
Berdirinya kerajaan Sunda dan Galuh
Pembagian Tarumanagara
Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa, pada tahun 669 M menggantikan kedudukan mertuanya yaitu Linggawarman raja Tarumanagara yang terakhir. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin mengembalikan keharuman zaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura. Dalam tahun 670 M, ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun, pendiri Kerajaan Galuh dan masih keluarga kerajaan Tarumanegara, untuk memisahkan diri dari kekuasaan Tarusbawa.

Dengan dukungan Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah, Wretikandayun menuntut kepada Tarusbawa supaya wilayah Tarumanagara dipecah dua. Dukungan ini dapat terjadi karena putera mahkota Galuh bernama Mandiminyak, berjodoh dengan Parwati puteri Maharani Shima dari Kalingga. Dalam posisi lemah dan ingin menghindari perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan Galuh. Pada tahun 669 M, wilayah Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan; yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batasnya.


Lokasi ibu kota Sunda
Maharaja Tarusbawa kemudian mendirikan ibukota kerajaan yang baru di daerah pedalaman dekat hulu Sungai Cipakancilan.[3] Dalam Carita Parahiyangan, tokoh Tarusbawa ini hanya disebut dengan gelarnya: Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia menjadi cakal-bakal raja-raja Sunda dan memerintah sampai tahun 723 M.

Sunda sebagai nama kerajaan tercatat dalam dua buah prasasti batu yang ditemukan di Bogor dan Sukabumi. Kehadiran Prasasti Jayabupati di daerah Cibadak sempat membangkitkan dugaan bahwa Ibukota Kerajaan Sunda terletak di daerah itu. Namun dugaan itu tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah lainnya. Isi prasasti hanya menyebutkan larangan menangkap ikan pada bagian Sungai Cicatih yang termasuk kawasan Kabuyutan Sanghiyang Tapak. Sama halnya dengan kehadiran batu bertulis Purnawarman di Pasir Muara dan Pasir Koleangkak yang tidak menunjukkan letak ibukota Tarumanagara.
Karena putera mahkota wafat mendahului Tarusbawa, maka anak wanita dari putera mahkota (bernama Tejakancana) diangkat sebagai anak dan ahli waris kerajaan. Suami puteri ini adalah cicit Wretikandayun bernama Rakeyan Jamri, yang dalam tahun 723 menggantikan Tarusbawa menjadi Raja Sunda ke-2. Sebagai penguasa Kerajaan Sunda ia dikenal dengan nama Prabu Harisdarma dan setelah menguasai Kerajaan Galuh dikenal dengan nama Sanjaya.

Ibu dari Sanjaya adalah SANAHA, cucu Ratu Shima dari Kalingga, di Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa / SENA / SANNA, Raja Galuh ketiga, teman dekat Tarusbawa. Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Sena pada tahun 716 M dikudeta dari tahta Galuh oleh PURBASORA. Purbasora dan Sena sebenarnya adalah saudara satu ibu, tapi lain ayah. Sena dan keluarganya menyelamatkan diri ke Sundapura, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Tarusbawa. Ironis sekali memang, Wretikandayun, kakek Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari Tarumanegara / Kerajaan Sunda. Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh, dengan bantuan Tarusbawa, untuk melengserkan Purbasora. Setelah itu ia menjadi Raja Kerajaan Sunda Galuh.

Sanjaya adalah penguasa Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh dan Kerajaan Kalingga (setelah Ratu Shima mangkat).


Sebagai ahli waris Kerajaan Kalingga, Sanjaya menjadi penguasa Kalingga Utara yang disebut Bumi Mataram (Mataram Kuno) pada tahun 732 M. Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada puteranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Ia adalah kakak seayah Rakai Panangkaran, putera Sanjaya dari Sudiwara puteri Dewasinga Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara.Sumber Wikipedia
Previous
Next Post »